Senin, 02 November 2020
Senin, 13 Januari 2014
Kamis, 09 Januari 2014
Kamis, 06 Agustus 2009
W.S. RENDRA
SEBATANG LISONG
Posted on May 11, 2013 by eviemozarila
Menghisap sebatang lisong
melihat Indonesia Raya,
mendengar 130 juta rakyat,
dan di langit
dua tiga cukong mengangkang,
berak di atas kepala mereka
Matahari terbit.
Fajar tiba.
Dan aku melihat delapan juta kanak-kanak
tanpa pendidikan.
Aku bertanya,
tetapi pertanyaan-pertanyaanku
membentur meja kekuasaan yang macet,
dan papantulis-papantulis para pendidik
yang terlepas dari persoalan kehidupan.
Delapan juta kanak-kanak
menghadapi satu jalan panjang,
tanpa pilihan,
tanpa pepohonan,
tanpa dangau persinggahan,
tanpa ada bayangan ujungnya.
Menghisap udara
yang disemprot deodorant,
aku melihat sarjana-sarjana menganggur
berpeluh di jalan raya;
aku melihat wanita bunting
antri uang pensiun.
Dan di langit;
para tekhnokrat berkata :
bahwa bangsa kita adalah malas,
bahwa bangsa mesti dibangun;
mesti di-up-grade
disesuaikan dengan teknologi yang diimpor
Gunung-gunung menjulang.
Langit pesta warna di dalam senjakala
Dan aku melihat
protes-protes yang terpendam,
terhimpit di bawah tilam.
Aku bertanya,
tetapi pertanyaanku
membentur jidat penyair-penyair salon,
yang bersajak tentang anggur dan rembulan,
sementara ketidakadilan terjadi di sampingnya
dan delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan
termangu-mangu di kaki dewi kesenian.
Bunga-bunga bangsa tahun depan
berkunang-kunang pandang matanya,
di bawah iklan berlampu neon,
Berjuta-juta harapan ibu dan bapak
menjadi gemalau suara yang kacau,
menjadi karang di bawah muka samodra.
Kita harus berhenti membeli rumus-rumus asing.
Diktat-diktat hanya boleh memberi metode,
tetapi kita sendiri mesti merumuskan keadaan.
Kita mesti keluar ke jalan raya,
keluar ke desa-desa,
mencatat sendiri semua gejala,
dan menghayati persoalan yang nyata.
Inilah sajakku
Pamplet masa darurat.
Apakah artinya kesenian,
bila terpisah dari derita lingkungan.
Apakah artinya berpikir,
bila terpisah dari masalah kehidupan.
Minggu, 05 Juli 2009
jagad-ANTROPOLOGI
Meng-etnografi-kan BALI lewat 'Superman is Dead'
oleh; Degung Santikarma
oleh; Degung Santikarma
Gambaran antropologis 'tradisional' tentang Bali berawal dari kehidupan massyarakat desa,
dengan ritme kehidupan petani, sawah, penggembala, subak dan ritus keagamaan.
Bali dilukiskan sebagai masyarakat yang homogen, asli, unik, alamiah
dan tak terjamah oleh pengaruh luar.
dengan ritme kehidupan petani, sawah, penggembala, subak dan ritus keagamaan.
Bali dilukiskan sebagai masyarakat yang homogen, asli, unik, alamiah
dan tak terjamah oleh pengaruh luar.
Karena kebijakan 'politik-etis' Belanda, Bali dikarantina sebagai 'kawasan-khusus' yang perlu dilindungi dari pengaruh luar, umpanya pengaruh dari agama-besar-dunia -- Islam dan kristen. ................................
_______________________________________
sumber; KOMPAS-cetak--Minggu, 5-Juli-2009--hlm.11
Kamis, 14 Mei 2009
wayang-ukur--sukasman
Wayang-Ukur
karya; Sukasman
Pertunjukan Wayang Ukur, karya Sukasman,
Sebuah pertunjukan Wayang Tradisi Indonesia yang dikemas dengan memadukan Seni Teater, Seni Tari, Seni Musik Gamelan dan Seni Sastra Pedalangan dengan sentuhan artistik teknologi tata cahaya yang menawan.
Adalah Sukasman, seorang maestro wayang yang tidak pernah puas dengan kemapanan sebuah tradisi.
la melakukan eksperimen dengan menciptakan wayang kulit genre baru, dengan kaidah seni rupa dan teknik tata cahaya yang baru, ia menciptakan seni pertunjukan kontemporer wayang sebagai seni bayang-bayang dengan mamadukan unsur-unsur seni Tari, Teater, Gamelan dan seni Sastra yang tidak lagi tunduk pada konvensi tradisi.
Sukasman menciptakan sebuah seni garda depan tanpa kehilangan roh tradisinya. Dengan daya ungkap melalui bahasa Indonesia. Wayang Ukur mencoba memberi tawaran sebuah seni pertunjukan bayang-bayang yang berwawasan global.
___________________________________________________________________
(sumber; wayangUKUR--Sukasman)
karya; Sukasman
Pertunjukan Wayang Ukur, karya Sukasman,
Sebuah pertunjukan Wayang Tradisi Indonesia yang dikemas dengan memadukan Seni Teater, Seni Tari, Seni Musik Gamelan dan Seni Sastra Pedalangan dengan sentuhan artistik teknologi tata cahaya yang menawan.
Adalah Sukasman, seorang maestro wayang yang tidak pernah puas dengan kemapanan sebuah tradisi.
la melakukan eksperimen dengan menciptakan wayang kulit genre baru, dengan kaidah seni rupa dan teknik tata cahaya yang baru, ia menciptakan seni pertunjukan kontemporer wayang sebagai seni bayang-bayang dengan mamadukan unsur-unsur seni Tari, Teater, Gamelan dan seni Sastra yang tidak lagi tunduk pada konvensi tradisi.
Sukasman menciptakan sebuah seni garda depan tanpa kehilangan roh tradisinya. Dengan daya ungkap melalui bahasa Indonesia. Wayang Ukur mencoba memberi tawaran sebuah seni pertunjukan bayang-bayang yang berwawasan global.
___________________________________________________________________
(sumber; wayangUKUR--Sukasman)
Langganan:
Postingan (Atom)